Ini adalah hasil catatan pembelajaran saya beberapa waktu lalu
bersama Tempo Group yang mereka adakan secara On Line. Sebelum pandemi Covid 19
melanda, Tempo institute sudah terbilang sering mengadakan kegiatan secara daring tanpa
bertemu tatap muka antara pengajar dan muridnya. Kala itu saya sendiri masih
tergagap-gagap antara jaringan yang tidak stabil dead line pengumpulan
tugas dan sejenisnya.
Namun setidaknya ada beberapa hal yang bisa di tuliskan dan
menjadi sebuah catatan penting suatu saat didepan nanti.
Menulis sebuah kegiatan yang bisa dibilang mudah atau bisa
dibilang sulit. Tapi pada dasarnya menulis itu sendiri adalah sebuah kegiatan
yang bisa dilakukan siapa saja.
Menulis
Menulis saat ini seperti
sudah menjadi sebuah keahlian dasar yang
harus dimiliki, bayangkan kalau kalian melamar sebuah pekerjaan terus tidak
bisa menulis. Minimal untuk mengisi nama hingga mendeskripsikan diri
kegiatan menulis ada didalamnya.
Nah, kegiatan menulis lainnya yang sering dibilang rumit
adalah ketika berhubungan dengan data dan riset, artinya menulis bukan sebagai keahlian dasar
tapi sebuah kegiatan penelitian lebih mendalam. Diberikan contoh dalam kelas
online kali ini adalah menulis skripsi masuk
ke dalam kategori yang paling berat sementara yang ringan adalah menulis
featured, kejadian ringan dan rutin yang ditemui sekitar kita.
Kalau kata Kang Pepih Nugraha (Penulis Buku Jurnalis dan
Direktur Kompasiana) dalam menulis sebisa mungkin menggunakan semua panca
indera yang kita miliki. Rasakan dan ubah itu menjadi sebuah tulisan.
Sementara Tempo sendiri membaginya dalam beberapa
bagian.
Mulai Mencari Ide
Ide merupakan hal penting dan mendasar yang harus kita miliki
sebelum menulis. Tanpa ide itu sendiri menulis menjadi sebuah pekerjaan yang
mustahil. Hadirnya ide menjadikan seseorang tak akan menemui kesulitan dalam
menggoreskan kata menjadi sebuah tulisan. Tapi ketiadaan ide itu sendiri dapat
dijadikan sebuah pokok bahasan dalam sebuah tulisan. Kalau sudah terbiasa
menulis, apapun bisa menjadi sebuah ide. Apapun itu.
Novelis Ernest Hemingway menggambarkan situasi “Selembar kosong” sebagai sebuah
keadaan paling menakutkan dalam pekerjaan menulis. Lalu bagaimana menemukan
sebuah ide? Ide bukanlah sebuah hal ribet dan ruwet yang harus selalu dicari.
Sering ide bahkan datang dengan sendirinya disela aktivitas keseharian. Catat
ide yang muncul, kelas on line memberikan contoh ketika kita berada dalam
perjalanan atau sedang bekerja, membaca, berbincang, menghadiri seminar atau
bahkan ketika sedang menonton (Serupa dengan ilmu dari Kang Pepih, gunakan
Panca Indera kita). Entah nanti itu akan menarik atau tidak biarlah itu menjadi
perkara kemudian.
Biasanya ide yang mucul pertama kali belumlah solid,
berantakan dan tidak runtut. Tidak mengapa yang penting menuliskannya terlebih
dahulu. Kalau memiliki semangat untuk mengolah menjadi lebih baik, lakukan
proses editing. Atau kalau mengejar kesan naturalnya abaikan proses edit
teruskan menulis.
Tetapkan Angle
Setelah menemukan ide, berikutnya adalah menetapkan sebuah
angle. Angle sendiri adalah membidik sebuah persoalan hanya dari satu sudut
pandang. Angle harus jelas, jernih dan tajam. Agar mudah rumuskan angle dalam
kalimat tanya, biasanya menggunakan unsur 5 W + 1H yang sudah terkenal itu loch,
Who, Where, What, When, Why dan How.
Lalu agar bisa merumuskan angle secara jitu perlu dipahami kompleksitas persoalan dan menguraikannya secara sistematis. Ini akan membutuhkan data awal yang kuat dan kuat dan relative lengkap.
Jadi sederhananya, mencari ide untuk menulis dan menetapkan angle lalu coba tuangkan dalam secarik kertas jadikan sebuah tulisan. Lalu coba share tulisan kalian dalam sebuah komunitas.
Sebagai penutup, simpan rapi tulisan kalian dalam sebuah wadah agar dapat melihat perkembangannya kelak. Biasanya beberapa menyimpannya di komputer atau di flashdisc. Sementara sebagian lainnya menuangkannya di blog dan bergabung dalam komunitasnya.
Apapun itu yang penting adalah untuk memulai menulis dan konsisten dalam menulis.
Banyak orang bilang menulis itu gampang, benar adanya. Hanya saja, menulis dengan tertata itu yang sulit. Pastinya harus konsiten juga.
BalasHapusYup..pastinya demikian kak
Hapus