Menyimak Pemikiran Emerson Yuntho Perihal Hukuman Mati dan Efek Jera-nya.




Membaca harian kompas beberapa waktu lalu dan menyimak pemikiran Kak Emerson Yuntho, Wakil Direksi Visi Integritas membuat pikiran saya terbuka dan tercerahkan. Saya coba sarikan semampu saya sekaligus tulisan ini menjadi pengingat kelak di masa depan. 

Pemikiran hukuman mati kembali marak serelah Presiden hadir dalam peringatan hari Anti Korupsi se dunia di SMK 57 beberapa waktu lalu. Pak Pres menyatakan bahwa hukuman mati bisa saja diterapkan jika itu me jadi kehendak rakyat. 

Pihak pendukung hukuman mati pastinya akan setuju karena akan membuat efek jera sementara lainnya tidak setuju karena berpendapat hukuman mati meruoakan pelanggaran HAM (right to life) hak untuk hidup. 

Hukuman mati untuk koruptor sebenarnya sudah diatur sendiri dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam pasal 2 ayat 2 disebutkan hukuman mati dapat dijatuhkan apabila negara dalam.keadaan bahaya, bencana nasional, krisis ekonomi dan moneter maupun pengulangan tindak pidana.

Kak Emerson mengambil contoh pemberlakuan hukuman mati ini kepada Dicky Iskandar Dinata, kasus pembobolan BNI senilai 1.7 T. Kala itu jaksa menuntut hukumam mati tetapi ditolak hakim PN Jaksel dan dijatuhkan hukuman 20 tahun penjara. 

Pada saat ini pemberian hukuman dalam prakteknya vonis untuk koruptor masih terlalu ringan, data ICW sendiri mencatat pada tahun 2018 rata rata hukuman untuk terpidana koruptor sanganlt minim yaitu 2 tahun 5 bulan penjara. Itupun masih mendapat bonus potongan dari remisi dan grasi.

Pendapat Kak Emerson tentang efektifitas hukuman mati dalam memberikan efek jera,  dan merujuk pembuktian ilmiah hingga saat ini hukuman mati tak berpengaruh apapun pada tindak pidanan pembunuhan. Penelitan menyebutkan kejahatan narkoba, terorisme dan kriminal lain tak semata-mata disebabkan karena ketiadaan hukuman mati. Tapi lebih kepada masalah struktural lainnya seperti kemiskinan, dan aparat hukum atau negara yang korup. 

Bahkan China melalui presidennya Xin Jin Ping sejak 6 tahun lalu sudaj menyatakan perang terhadap korupsi dan menghukum mati banyak pelakunya. Ternyata praktik korupsi masih tetap ada di negara tirai bambu tersebut. 

Contoh lain negara yang tidak menerapkan hukuman mati namun berhasil memberantas korupsi adalah negara Skandinavia, Finlandia dan Norwegia. Kunci mereka berhasil adalah dukungan dan kesadaran yang kuat dari pemerintah, parlemen penegak hukum dan masyarakat. 

Lalu bagaimana dengan membuat jera koruptor? Sederhana saja dan tidak perlu melalui hukuman mati. Bisa dilakukan demham memiskinkan atau merampas asset para koruptor. Memperketat kebijakan pengurangan masa hukuman melalui grasi, remisi dan ditiadakannya fasilitas istimewa bagi para pelaku kejahatan koruptor selama mendekam di penjara. Atau lainnya dengan mencabut hak politik pejabat korup. 

Hmmm, sekarang adalah bagaimana kita dapat mempraktekan apa yang dikatakan kak Emerson. Karena pada dasarnya pro dan kontra akan selalu ada, tapi selama dengan meniadakan hukuman mati dan membuat efek jera kenapa tidak. 

Kalau tidak jera juga dan jera ketika dilakukan dengan hukuman mati barulah hal itu dilaksanakan. 

Kalau sama-sama tidak jera, baik hukuman mati atau hukuman penjara, kira-kira enaknya diapakan? 




Komentar